|
iniklg.com |
Dalam hening mata terus memicing, mencari celah berharap lawan lengah. Angin sore turut harap-harap cemas menyaksikan persaingan yang semakin panas. Saat kesempatan itu tak jua datang, saya mundur untuk mengambil kuda-kuda siap menyerang.
"Lasut, ah!" sergah kawan-kawan yang menjadi lawan saya di permainan gobak sodor kala itu. Lasut itu Bahasa Sunda, yang berarti saya gagal karena melanggar peraturan.
Rupanya saya kurang fokus sehingga mengambil posisi terlalu mundur melewati batas yang sudah ditentukan. Setelah saya gagal, giliran tim lawan bermain sedang tim kami berjaga di garis-garis yang sudah dibuat.
Tahukah kalian seperti apa cara bermain gobak sodor? Kalau di daerah saya di Garut-Jawa Barat, permainan itu disebut galah sodor.
Permainan gobak sodor merupakan permainan menghalangi lawan untuk mencapai garis akhir. Permainan ini dimainkan oleh dua tim yang masing-masing terdiri dari tiga orang. Satu tim sebagai penghalang dan satu tim sebagai penyerang.
Gobak sodor dimainkan pada lapangan berbentuk bujur sangkar yang pembatasnya ditandai dengan kapur. Posisi penyerang dan penjaga ditukar ketika pemain penyerang disentuh oleh pemain penghalang. (Sumber: Wikipedia)
Bagi generasi 90-an, sore hari sepulang sekolah merupakan waktunya beramai-ramai menuju tanah lapang. Tidak hanya gobak sodor, kami pun bermain engklek, kelereng, layangan, lompat tali, kucing-kucingan, dan masih banyak lagi permainan tradisional yang semakin mengakrabkan kami satu sama lain.
Seiring berjalannya waktu banyak hal yang berubah, termasuk cara anak-anak bermain. Semakin majunya teknologi merupakan alasan yang paling kuat atas perubahan-perubahan itu.
Kampung Lali Gadget Membuat Anak-Anak Sadar Bahwa Permainan Tradisional Itu Seru Banget
|
iniklg.com
|
Saya merasa beruntung lahir di akhir tahun 80-an dan menghabiskan masa bermain di tahun 90-an. Kala itu teknologi sudah ada, tetapi belum semaju sekarang. Belum banyak yang punya komputer di rumah sehingga kalau ada tugas sekolah harus mendatangi rental komputer atau warung internet.
Hubungan dengan teman-teman masih terasa solid. Kami biasa bermain secara bergerombol. Yang tidak terlalu suka keramaian bisa bermain permainan ular tangga, monopoli, bekles, dan semacamnya.
Kini saat teknologi berkembang dengan masifnya hampir tak ada orang yang tidak tersentuh internet. Melimpahnya apa yang ditawarkan internet mengikis rasa butuh kita akan interaksi sesama manusia.
Hal itu membuat kita merasa cukup meski hanya bertemankan gawai. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak yang seharusnya menghabiskan masa bermainnya malah berkutat seharian dengan gadget. Hal itulah yang memantik Achmad Irfandi untuk merintis Kampung Lali Gadget.
Aksi Nyata Untuk Menyelamatkan Anak Bangsa
Sadarkah kita bahwa kini banyak anak yang mengalami speech delay? Ya, memang hal itu membutuhkan diagnosis dari ahli, tetapi secara kasat mata kita bisa menemukan anak-anak berusia sekitar 3-4 tahun belum bisa berbicara lancar.
Tidak bisa dimungkiri kemajuan teknologi sangat memanjakan kita, para orang tua. Saat kita harus fokus pada pekerjaan, godaan untuk memberikan gawai pada anak-anak tampak sangat mengiurkan. Mereka bisa diam tanpa banyak tingkah dan kita bisa menyelesaikan apa yang harus dikerjakan.
Tampak seperti sebuah solusi bukan? Namun, tidak perlu menunggu waktu puluhan tahun, dalam beberapa tahun saja kita bisa melihat dampak buruk penggunaan gawai terhadap anak-anak, sang penerus bangsa.
Merawat dan menumbuhkan anak memang tidak mudah, tapi setidaknya jangan sampai seorang anak kehilangan haknya tumbuh dan berkembang secara sempurna. Memperbanyak alat mainan, memperbanyak data permainan tradisional klasik dalam aktivitas bermain, dan meluangkan waktu bersama anak, bisa jadi solusi kurangi peran gawai dalam mengasuh anak. (Achmad Irfandi)
Achmad Irfandi memulai aksi nyatanya pada April 2018. Dia bersama rekan-rekan mengadakan kegiatan literasi yang bekerja sama dengan komunitas lokal Sidoarjo yang diadakan dua bulan sekali. Untuk semakin memeriahkan kegiatan literasi itu, Irfandi memasukkan berbagai permainan tradisional.
Tak disangka ternyata ragam permainan tradisional inilah yang menjadi magnet utama bagi anak-anak. Hingga pada 5 agustus 2018 muncullah diksi Kampung Lali Gadget dalam sebuah event besar yang diikuti oleh 475 anak dan 100 lebih relawan.
Tetap Melangkah Meski Covid-19 Mewabah
|
iniklg.com |
Tahun 2019, Kampung Lali Gadget terus menapaki langkah mulianya. Hingga menyebarlah virus Covid-19 di Indonesia mulai awal 2020. Semuanya berubah, tetapi mereka bertahan.
Virus itu membuat Kampung Lali Gadget harus menutup sementara tempat mereka. Pada saat masa vakum itu mereka tidak berhenti melangkah, Irfandi dan kawan-kawan terus melakukan pergerakan.
Mereka melakukan upaya tanggap darurat sebisanya, seperti ikut menyediakan face shield untuk para tenaga kesehatan saat pemerintah belum mampu menyediakan APD. Setelah kondisi memungkinkan, Kampung Lali Gadget kembali dibuka untuk umum dengan memangkas jumlah peserta harian maksimal 30-50 anak.
Kegiatan itu dilakukan dengan protokol ketat. Munculnya virus tidak mengurangi kebutuhan anak-anak untuk bermain. Oleh karena itu, Kampung Lali Gadget tetap berusaha membersamai mereka untuk mendapatkan haknya.
Kegigihan itu turut menarik simpati pihak lain. Baik itu praktisi, akademisi, tokoh pemuda, dan pemerintah maupun swasta. Setelah pandemi perlahan menjauh, Kampung Lali Gadget semakin jauh mengayuh.
Fasilitas yang Memberikan Keseruan Tanpa Batas
Dari uraian di atas sedikit banyak pasti menciptakan sebuah citra akan visualisasi Kampung Lali Gadget. Sebuah tempat luas beralam terbuka yang memungkinkan anak-anak bermain lepas tanpa gawai, tentu saja sambil kotor-kotoran karena konon nggak kotor nggak belajar.
Untuk semakin memantapkan visualisasi itu, mari kita ulik berbagai sudut yang ada di sana:
Balai ini merupakan ruang sekretariat Kampung Lali Gadget. Setiap ada pertemuan, baik yang menyangkut KLG maupun kepentingan masyarakat sekitar, kerap diadakan di sana. Banyak foto menghiasi tempat berkapasitas 60 orang tersebut.
Selain itu terdapat buku-buku di sana, sehingga balai berfungsi juga sebagai perpustakaan. Ada pula berbagai alat bermain dari bahan alam dan kreasi yang dilengkapi dengan papan tulis.
|
iniklg.com |
Di tempat ini, buku-buku yang lebih banyak bisa ditemui, di sana lah pusat lierasi KLG. Gubuk Ilmu pernah menjadi saksi adanya tranfer ilmu berupa bimbingan belajar yang diampu para relawan dari berbagai kampus. Selain tempat buku dan pusat literasi. Gubuk Ilmu juga menyimpan berbagai mainan tradisional.
Sebuah lahan berlumpur seluas hampir setengah hektar ini memiliki panorama suasana pedesaan yang menenangkan. Lahan ini bisa menampung 200 anak sehingga kerap dijadikan wahana Kolam Lumpur dalam kegiatan outbond.
Kebon Gayam kini telah dilengkapi toilet dan warung yang aktif saat ada kegiatan di Kampung Lali Gadget. Alasan penamaan Kebon Gayam adalah karena lahan itu dikelilingi pohon gayam dan pohon bambu. Rindangnya pepohonan membuat area itu tetap sejuk meskipun matahari bersinar terik.
KLG memiliki dua petak sawah yang digunakan sebagai laboratorium pertanian serta arena main lumpur. Lokasinya di depan masjid Dusun Bendet dan selalu menjadi arena bermain besar yang favorit selain eksplorasi materi pertanian dan pangan.
Adalah sebuah bekas kandang ternak yang diubah menjadi gasebo sekaligus spot foto menarik. Hal ini dikarenakan di gazebo ini terdapat tulisan dari kayu yang menunjukkan identitas Kampung Lali Gadget. Para pengunjung menjadikan halaman gazebo ini menjadi spot foto favorit.
Penutup: Penghargaan Atas Dedikasi Achmad Irfandi Terhadap Kampung Lali Gadget
Pada tahun 2021, Achmad Irfandi, sang founder Kampung Lali Gadget mendapatkan penghargaan SATU (Semangat Astra Terpadu) Indonesia Awards di bidang pendidikan. Sungguh ini bukanlah perjalanan yang mudah. Konon babak audisinya saja yang menjaring total jumlah peserta sebanyak 13 ribu lebih, hingga tersisa hanya 12 peserta. Berbagai tahapan dilalui mulai dari presentasi, pendalaman liputan dari dua media terkemuka, hingga juri dari lintas disiplin ilmu dan keahlian.
Dengan konsistensi dan dedikasi Achmad Irfandi dalam bidang pendidikan, sudah sepatutnya dia mendapatkan apresiasi dalam upayanya membatasi penggunaan gawai melalui Kampung Lali Gadget. Pemuda asal Sidoarjo ini membuktikan bahwa anak muda bisa bergerak dalam bidang yang ia gemari dan memajukan daerah asal serta memantik semangat untuk hari ini dan masa depan Indonesia.
Referensi: iniklg.com
Post a Comment
Post a Comment